Sabtu, 08 Juni 2013

Indah Pada Waktunya

Edit Posted by with No comments

senja merah yang indah, dihiasi semilir angin dan gesekan daun-daun kering membuat suasana taman belakang tampak lebih tentram dari biasanya. Seorang gadis duduk manis menikmati keadaan di taman belakang tersebut ditemani secangkir teh hangat yang belum ia sentuh sejak bi Inah menaruhnya diatas meja taman belakang. Memang, suasana saat itu sungguh nyaman sekali. Ditambah alunan lagu Thousand Years yang membuat semua pendengarnya ikut terhanyut dalam lagu yang dibawakan Christina Peri itu. Sesekali bibir tipis gadis itu ikut menyanyikan lagu romance nan indah, seindah kisah percintaan Edward Cullen dan Bella dalam film Twilight.


            Aktivitas seperti ini sudah menjadi rutinitas gadis dengan rambut bergelombang ini di setiap sore. Taman belakang ia pilih karena terlalu banyak kenangan indah. Kenangan indah saat bersama seseorang yang sekarang jauh disana. Suasana, lagu, teh.... ah semua itu selalu membuatnya merasa dekat dengan si “dia”. Entah bagaimana anginpun seperti menyampaikan bulir-bulir kerinduan pada kekasihnya yang saat ini sedang study di Eropa.
            Teh yang hampir dinginpun ia teguk, rasanya hari ini cukup untuk mengurangi rindu yang tertumpuk beberapa bulan ini. Meskipun sebenarnya rindu itu tak pernah hilang sedikitpun. Tapi setidaknya, mengingat semua kenangan itu tampak membuat hati si gadis itu lebih baik.
            Clara memperbaiki lembaran-lembaran rambutnya yang tertiup angin sore. Tiupan angin tersebut ternyata membawanya kembali ke masa itu, masa dimana David sang kekasih membelai rambut gelombangnya dan melemparkan senyum pada gadis yang duduk disebelahnya lalu mengatakan “Aku bakalan pulang buat kamu”. Tak terasa air mata membasahi pipi merah Clara. Ia menangis diantara bunga-bunga mawar yang sedang mekar, alunan angin yang berhembus dan daun yang berbisik. Tampaknya tangan kanan Clara tak sampai hati melihat air mata turun di sore yang sangat indah ini. Tangannya pun menghapus air mata itu. Meski bukan David, tapi Clara tahu David akan melakukannya jika saat itu ia ada bersamanya. Clara menutup matanya, menghirup udara sore yang bercampur dengan wewangian bunga ditaman. Bagaikan embun di pagi buta, dingin dan damai yang ia rasakan. Ia buka matanya secara perlahan dan kembali melukiskan senyum indahnya kembali.
            Beberapa saat kemudian, sebuah pesan singkat masuk ke telfon genggamnya. Ia baca dengan penuh harap dalam hati, perlahan..senyumnya terus mengembang layaknya buah gincu, merah nan manis. “Darling don’t be afraid I have loved you for a thousand years”. Sepenggal lirik Thousand Years dari David yang masuk ke telfon genggamnya. Mata Clara berkaca-kaca, ia sungguh tak menyangka semua akan terjadi. Kontak batin kah? Tanya Clara dalam hati.
            Belum sempat ia membalas pesan itu, tiba-tiba saja telfon masuk. David, ya lagi-lagi David. Ia menghubungi gadis yang sedang terpaku membaca pesan yang sebelumnya ia kirim. Tampak tergambar kebahagiaan di wajah Clara saat itu, saat mengetahui siapa yang menghubunginya.
            Itulah rindu. Tak nampak namun terasa. Indah namun menyakitkan. Punya banyak arti, namun sangat sulit untuk dirangkai menjadi untaian kata. It’s so complicated to explain. Rindu itu tak berbentuk namun kita tahu bagaimana beratnya menahan rindu.
            Tak terasa waktu terus berjalan, secepat burung yang terbang di sore itu. Clara tak menyia-nyiakan waktu yang ada. Ia mengungkapkan semua yang ia rasakan saat itu. David hanya bisa mendengarkan dan menenangkan kegelisahan kekasihnya itu. Sekali-kali mereka tertawa atau bahkan tersenyum kecil. Sungguh indah... kebahagiaan yang mereka rasakan lewat telfon itu sepertinya membuat dunia iri dan segera menarik matahari untuk tidur sejenak. Mereka mungkin tak bisa bertatap mata secara langsung, namun suara mereka layaknya hati yang bicara. Bicara tanpa jarak yang memisahkan.
            Entah ibarat apalagi yang bisa menggambarkan kebahagiaan Clara saat itu. Ia tak menyangka, angin dengan cepat mengantarkan pesan-pesan rindu tanpa pending kepada David. “Thank you so much, angin” ucap Clara dalam benaknya. Ia terus memperhatikan pesan yang ia terima, sambil sekali-kali tersenyum dan salah tingkah.
            Cinta dengan jarak diantaranya itu tetaplah “cinta”. Tak akan berubah meski dipisahkan dengan lautan, samudra ataupun benua. Jarak itu sebuah cobaan sekaligus sebuah hiasan dalam sebuah hubungan jarak jauh. Pertemuan sesungguhnya dapat kita temukan dalam kisah cinta Long Distance Relationship. Kita dapat merasakan sensasi kebahagiaan yang lebih dari semua itu. Dan jarak pun menunjukkan, bahwa cinta itu tidak sekedar dekat tapi selalu bersama bagaimanapun keadaannya. Bukan hanya memberi dukungan secara nyata, tapi melalui sebuah doa yang kita titipkan kepada Tuhan.
            David selalu meyakinkan Clara bahwa mereka akan bersama hingga waktu yang menentukan. Walaupun Clara tak tahu kapan, namun ia tetap yakin semuanya tak akan sia-sia. Semua akan indah pada waktunya. “Pada waktunya”.
“Cintaku memang tak semanis cinta lainnya, namun sudah kupastikan cintaku lebih indah dari cinta lainnya. Karena cintaku tidak hanya merasakan manis, tapi merasakan pahit, asam, manis dan rasa lainnya”
Created by : Nurul Amalia Putri

0 komentar:

Posting Komentar