Hai, Bulan baru.. juga tulisan
baru di blog :D
Biasanya saya nulis beberapa puisi yang sok puitis gitu disini tapi kali ini
beda.
Bisa dibilang kalo postingan ini
semacam curhat di sosial media. Gapapa kan? selama curhat yang gak terlalu
frontal abis bro haha
Pertama-tama, (Semacam pidato
gitu)-_- saya mau jelasin tujuan nulis curhatan di blog.
1. Kangen sama blog {} (Duuhhh sok
banget sweet ya)
2. Mumpung koneksi gak macet-macet
3. (Ini serius) Terkadang saya
merasa kurang puas untuk sekedar curhat di buku diari atau di folder
"note" khusus untuk curhat. Saya merasa kurang membuka diri
pada teman-teman disekitar, ntah apa alasannya saya juga bingung.
Pasti
kalian sudah sering mendengar cerita cinta yang berakhir HAPPY ENDING. Apa
salah satu dari kalian sudah merasakan itu? Tell me, bagaimana rasanya? Saya
sangat penasaran dengan perasaan saat "Happy ending" dalam sebuah
cerita cinta.
Cerita
Korea mungkin menjadi salah satu reverensi kita untuk membayangkan bagaimana
cerita cinta yang berakhir bahagian itu terjadi. Entah Diakhiri dengan senyuman
indah, tangisan bahagia ataupun tawa dan canda.
(Mulai gak formil)
---> Curhat dimulai, Mudah
untukku menuliskan kata-kata penuh cinta dalam setiap bait dalam puisi, mudah
untukku untuk menuangkan kata-kata cinta dalam semangkuk puisi. Tapi itu semua
tidak berarti mudah untuk aku menyatakan cinta dalam kehidupan nyata. Aku
adalah tokoh utama dalam setiap kata dan bait dalam karanganku. Tapi dalam
dunia nyata aku hanya aku, bukan tokoh utama ataupun Cinderella si Upik
Abu.
Sempat tersirat dalam pikirku sejenak, apakah aku akan memiliki kisah dengan
akhir bahagia? Apakah akan ada seorang Pangeran datang menjemputku dari kastil
penyihir seperti dalam cerita Rapunzel? atau pergi ke pesta dansa dan
kehilangan sepatu kaca?
Setahuku sudah lama pintuku terabaikan, hingga lusuh dan dingin. Tak ada
ketukan hangat yang datang dan menyapa,dan bahkan tak ada lagi yang menungguku
untuk membukanya. Pernah beberapa orang datang untuk sekedar menyapa dan
menekan bel pintuku, tapi mereka hanya menungguku sesaat. Disaat aku masih
berfikir apakah aku siap membuka pintu itu lagi?
Akan
merasa lebih aman saatku berdiam sendiri dalam ruang kecil, terkadang
kekecewaan membuatku takut untuk melangkah jauh pergi. Nampaknya badanku mulai
lemas dan sakit. Saat aku lebih memilih duduk menunggu terlalu lama hingga
kakiku tak mampu menopang tubuh ini. Saat aku menghancurkan genggaman
kepercayaanku pada sekitar hingga tanganku lemas dan tak mampu memegang
lagi.
Menanti dan masih menanti yang akan datang dan menantiku hingga ku benar-benar
membukakan pintu itu untuknya. Bawa aku melihat dunia luar, hingga kusadari
hanya kau pusat semestaku.